Saturday, September 29, 2018

MENELADANI SANG PAHLAWAN PENDIDIKAN

MENELADANI SANG PAHLAWAN PENDIDIKAN DAN PEJUANG BANGSA
“K.H. NUR HASYIM SOKO TUBAN JAWA TIMUR”




Nama K.H. Nur Hasyim bin Muhammad Rowi sudah tak asing ditelinga warga Tuban khususnya warga nahdliyin bumi wali ini, tokoh yang termashur dengan julukan macan dari tuban itu adalah seorang orator ulung, pejuang umat, pahlawan/pelopor pendidikan serta mempunyai jiwa enterprener (penguasaha, red) yang tinggi, sehingga dalam masa hidupnya beliau berprinsip “ HIDUP MATIKU UNTUK UMAT, ternukil dalam buku catatan pribadinya yang tersisa dengan MOTTO Perjuangan beliau yang terkenal adalah “SAMATNI SAMATNI AL KHOIDAH” artinya Jadilah generasi-generasi Macan” begitulah menggemanya semangat yang membara beliau untuk menjaga kemurnian agama, pendidikan yang mencerdaskan dan demi keutuhan bumi pertiwi ini, demikian laporan singkat kami Tiem NUsa Edy Suprayogi (11/10/15) berani menguak sebuah sejarah dan kisah keteladanan beliau dalam memperjuangankan umat dan mempertahankan panji panji pendidikan ma`arif di Tuban sejak Tahun 1924-1994

AWAL PERJUANGAN, K.H Nur Hasyim Bin Muhammad Rowi adalah Sang pelopor pendidikan sekaligus guru bangsa di zaman orde lama dan pra-orde baru, menumpas kebatilan membasmi penjajah merongrong perusak kedaulatan NKRI/keutuhan negara dari para pemberontak adalah tujuan hidupnya, dia adalah pelaku sejarah dalam perjalanan Nahdlatul Ulama di Tuban, terfokus dengan menggeluti pengembangan pendidikan Ma`arif NU Tuban khususnya di soko kala itu dibawah pimpinan Rois Syuri’ah Tuban tahun 1965 K.H. Abdul Fatah Plumpang (Alm. Bapak A.S. Hikam mantan menristek zaman gusdur) dengan Wakil Syuri’ah K.H. Murtadji dengan pucuk pimpinan ma`arif suntuk pertama kalinya kala itu K.H Ali Tamam,  sejak itulah dia yang gigih memperjuangkan pendidikan dengan dalih “ Pendidikan adalah Modal memperbaiki umat dari segala lini sendi kehidupan” dengan pendekatan yang dia (K. Nur Hasyim, red) miliki selain murni memperjuangkan pendidikan umat sekaligus untuk menyelamatkan asset-aset NU dan ideologinya dari faham komunis yang waktu itu di bawa oleh kaum Atheisme (PKI) sehingga sebagai kader di NU yang saat itu menjadi partai politik hasil pemisahan diri dari partai Masyumi (1952) berhak menjadi peserta di pemilu pertama kali tahun 1955 dengan menempatkan diri menjadi partai tiga besar nasional dibawah Masyumi dan PNI dengan namapk tak berbeda suasana di Tuban NU dengan bertengger nomor dua, akan tetapi setelah itu di zaman pengembosan saat tahun 1973 waktu pemilu pada orde baru terselenggara, pemerintah melakukan de-fusi (penyederhanaan dan penggabungan partai politik) menjadi tiga besar yaitu PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Golkar (Golongan karya) dan PDI (Partai demokrasi pembangunan ) tapi sejak itu pula dua tahun sebelumnya Mbah Nur Hasyim telah terjun menjadi kader murni partai PPP berhasil mengantarkannya menjadi anggota DPRD sampai tiga periode, hingga beliau wafat.

Beliau adalah salah satu tokoh muda NU berani menentang kebijakan kaum borju saat itu dengan pemerintahan indi-belanda dengan pemerintahan yang absolut, banyak yang mengkerdilkan kaum santri (baca:pesantren) dan sangat gentol memperjuangakn kaum tertindas dan kaum fakir miskin, serta menjadi sosok yang di segani dikalangan seluruh pejabat negara, masyarakat dan selakigus menjadi figure yang ditakuti oleh kaum komunis dan di tahun 1968 beliaulah yang menjadi motoric untuk membasmi PKI dan antek-anteknya kala itu di Rengel dan soko adalah tempat gembong PKI bersembunyi, dengan keberaniaan menghadang kebiadaban PKI meskipun harus nyawa jadi taruhan.
GARIS NASAB KELUARGA- Kyai haji Nur Hasyim, menurut transkip silsilah yang dibuat disoko, (04/09/1990),dia merupakan anak paling bungsu dari sepuluh bersaudara yang lahir di soko tepatnya di desa mojoagung Soko Tuban pada tanggal 24 April 1924 M / 20 Ramadhan 1342 H dari pernikahan bapak bernama Mohammad Rowi Mojoagung Soko Tuban dan Ibu bernama Siti Habibah lamongan yang memiliki garis nasab (keturunan,red) sampai ke pangeran Hadi Widjaya/Sultan Pajang yang dikenal dengan Joko Tingkir atau kyai Abdurrohman lamongan.

Ayahanda termasuk sosok yang teguh pendirian dan berwibawa dengan sikap yang tegas, santun dengan menjadi seorang pengusaha di pasar soko kala itu sehingga masyarakat mempercayainya menjadi kyai desa, dan Tokoh Masyarakat dengan garis keturunan orang tulen NU dalam manuskrip, menurut salah satu putra tertuanya, dialah Kyai M. Ali Mufthi Soko, bahwa secara garis keturunan dari ayahnta tidak dibukukan tapi silsilah dari ibuk siti habibah yang masih ada sampai sekarang “ secara lengkap semua masih aku simpan keasliannya karena silsilah ini adalah tulisan abah (Kyai Nur Hasyim, red) sendiri langsung bahkan di lembaran silsilah itu dengan tulisan pegon (baca: tulisan arab berbahasa jawa) itu tertulis “niki silsilah dikutip dene Nur Hasyim soko Tuban mboten nambahi lan ngurangi artinya (ini silsilah dikutip oleh Nur Hasyim Soko Tuban tidak mengurangi dan menambahkan)” tanggapnya.

Dalam manuskrip yang tersimpan sejak (1990) Keturunan beliau dari jalur ibunya bermula dari pangeran pajang Hadi Widjaya atau Joko Tingkir berputra Pangeran Sumayudha (dikenal Abdul Jabbar Ngelirip) sejarah bercerita dakwahnya Mbah abdul jaabbar di jojogan (ngelirip) Tuban dengan pakai nama samaran Purboyo yang berputra tiga orang anak (Kyai Mursyid, Kyai Anom dan Nyai Dalem) dari Nyai dalem berputri Nyai Jamilah berputra (kyai Yahya, Kyai Abdurrohman Nganjar Lasem, Nyai Baithit, Nyai Lajuk Cepo) dari kyai Abdurrohman asal Nganjar Bonang Lasem Jawa Tengah berputra kyai Juma’in berputra kyai Abdurrohman Lamongan yang memiliki empat anak, (Kyai Marthowi, Nyai Siti Khotimah, Nyai Siti Habibah, dan Kyai Nasruddin Jathos Lamongan), dari Ibu nyai Siti Habibah berputra 10 anak, terbungsu adalah Kyai Nur Hasyim Soko Tuban.

PENDIDIKAN- Nur Hasyim Kecil (sapaan Kyai Haji Nur Hasyim, Red) pendidikan formalnya bermula di Sekolah Dasar Tanggungan Desa Pandanwangi Soko, karena waktu itu pendidikan agama masih dibatasi akibat kekuasaan pemerintah yang otoriter apalagi berbasis NU (baca: ma’arif) masih dilarang, tapi tidak menyurutkan niat untuk belajar meskipun gerilya belanda bengis dan kejam dalam pembatasan study (belajar) waktu itu, selain itu dia tekun mengaji di abahnya (bapak Muhammad Rowi, red) dengan bersekolah sampai kelas VI SD pendidikan formalnya berakhir disitu, dia ingin mendalami pendidikan agamanya secara murni, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Dusun mberon Punggulrejo Rengel Tuban selama 5 tahun dengan asuhan kyai Musyafak, kemudian dirasa kurang bisa mendalami ilmu agamanya beliau meneruskan mondok di pondok pesantren Abu Darin Ngumpakdalem Kendal Bojonegoro  sampai akhirnya berbagai ilmu dia kuasai termasuk fiqih dan tasawuf dan bakat dai (mubalig)nya pun terlihat kala itu dengan menginjak usia 20 Tahun Hasyim muda  takkan kenal lelah menuntut ilmu ibarat “tuntunlah ilmu sampai akhir hayat” telah melekat dalam dirinya sehingga pondok singgahannya untuk yang terakhir kalinya ditahun 1948 menuju ke pondok pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur yang pengasuhnya waktu itu masih tokoh sekaligus pelopor berdirinya NU beliaulah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari, walaupun kala itu kemandiriannya muali terbentuk dengan membiayai pondok dengan jerih payahnya sendiri dengan mengumpulkan uang dari menjahit, ini yang menunjukkan kearifan Nur Hasyim muda sekaligus disegani oleh para kyai dan asatid (gurunya,red), dari situlah kemandirian nya terlatih dan terlihat dengan baik sampai akhirnya di tahun 1949 dia boyong (pulang kampong) ingin berjuang di soko.

Ia masa kecilnya merupakan anak yang hidup di keluarga yang amat kental akan nilai agamis dan religius, dengan didikan sang ayah yang tegas dan keras yang waktu itu menjadi seorang tokoh masyarakat sekaligus seorang pengusaha dengan manajemen yang bagus sehingga jiwa perjuangan dan enterprener itupun turun mengalir ke beliau (Kyai Nur Hasyim) sehingga tidak memungkiri sikap karakter yang berani, tegas, dan punya konsitensi tinggi telah terbangun sejak tinggal di Mojoagung sejak kelahirannya  sampai tepat tahun 1949, ditahun yang sama pun mulai menginjakkan kaki di soko bermula berdakwah melalui surau-surau yang ada dengan mendirikan pondok pesantren Nurul Huda yang berada di komplek yayasan pondok pesantren Nurul Huda (sekarang) dengan madrasah Tarbiyatul Islam yang sekarang diteruskan anak dan cucunya, sebagai batu loncatannya bermula dari mushola yang dibawanya dari mojo sampai soko yang bertempat (dulu) tepatnya di masjid soko sekarang, menurut keluarga medalem anak yang ke 7 Asadullah Khoiri, S.Pd, M.A menceritakan tentang salah satu karomah tersembunyi beliau bahwa mushola dari mojo di pindah oleh kyai hasyim sendiri dengan bantuan para kodimnya (pembantunya) berupa macan putih, yang mengatakan“ alangkah aneh juga yang paginya tidak ada mushola di situ, kok malamnya bisa ada padahal abah ( panggilan Kyai Nur Hasyim, red) waktu itu sedang istirahat dirumah” tandas Kepala Sekolah MA Tarbiyatul Islam itu.

Sejak tahun 1949, sepulangnya dari pondok Tebu Ireng Jombang langsung membantu mengajar ngaji dan perjuangan beliau mulai tertata rapi dengan memulai terlihat berdakwah bersama-sama dua sahabatnya, yang di kenal dengan julukan “ Tiga Serangkai “sejarah mencatat pendidikan islam untuk pertama kalinya yang didirikan disoko dipelopori oleh Kyai Nur Hasyim, diambil maksud oleh beliau, tandas  kyai ali mufti putranya menirukan ucapan beliau (waktu itu), untuk mencerdaskan generasi dan kader bangsa harus melalui pendidikan khususunya agama, sejak itu menjadi itulah cikal bakal berdirinya Madrasah Ibtidaiyyah disoko sampai sekarang MI menyebar di pelosok desa se Soko, tepatnya bermula di tahun 1951 dengan nama MI Tarbiyatul Islam Sokosari Tuban sampai sekarang yang berdirinya di pelopori bersama sahabatnya itu  beliaulah tiga serangkai itu adalah  kyai Nur Hasyim sebagai pelopor yang membidangi pendidikan dan politik kebangsaan, kyai Rhozi yang membidangi Hubungan masyarakat dan diplomatic umat, dan Kyai Kardani membidangi Politik Kemasyarakatan sekaligus menjadi mata-mata golkar sebagai strategis pendekatan pemerintahanan kala itu.

Sementara itu, setelah berupaya keras dengan memulai berjuang mendirikan madrasah Ibtidaiyyah, ditahun yang sama pula (1951) beliau menikah dengan mempersunting seorang gadis perawan asal Desa Sawahan Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban, bernama Siti Mu’tiah binti H. Ahmad Musyafak yang dikarunianya delapan orang anak, diantaranya Umi Nasikhah, Luluk Muftiyah, Anisa’I Khoiriyyah, M. Ali Mufthi, Hadi Masruri, Rofih Klhliliyah, Asadullah Khoiri,M.Khoirul Muttaqin.

Meskipun hidup dizaman penjajahan belanda –jepang (orde lama) dengan hiruk piyuh kondisi negara yang stabilitas keamanan terganggu, tidak menyurutkan langkahnya untuk mengembangkan sistem pendidikan madrasah yang dirikannya yang dulu dengan masih menggunakan system sorogan (klasikal) ala pesantren, waktu pun berjalan sampai akhirnya sukses mengembangkan program pendidikan ma`arifnya itu, terbukti tepat tahun 1957 berhasil mendirikan madrasah Tsanawiyah Tarbiyatul Islam yang sudah mulai menggunakan system kurikulum diknas dengan perjuangannya yang tak kenal lelah itu bersama temannya “tiga serangkai” tersebut.

Sampai akhirnya (1968) beliau bersama sahabat seperjuangannya, mempunyai inisiatif untuk menyelamatkan umat dari rongrongan ideology komunis demi mempertahankan agama dan bangsa , sehingga memulai menampakkan diri ikut berkiprah dipangung politik kala itu menjadi kader PPP (partai persatuan pembangunan) sehingga untuk mengembangkan misinya tersebut dalam menyebarkan pendidikan agama dan politiknya sampai ke pelosok desa se Kecamatan Soko pun mendapatkan titik terang, karena beliau mempunyai kunci perjuangan dengan menyatukan tiga pilar perjuangannya yaitu dengan Melestarikan Ubudiyyah (Ibadah-Akhlaq) umat sebagai penyampai dakwah agama, Penyebaran pendidikan (politik umat) dan Sikap Komunikatif (musyawaroh) bersama rakyat, mendapatkan dukungan penuh oleh rakyat keberhasilannya mulai nampak satu persatu dengan berdirinya Madrasah Ibtidaiyyah di Soko, hampir16 Madrasah Ibtidaiyyah se kecamatan Soko perintis dan peloporinya adalah  mbah Nur Hasyim. “dengan gagah dan daya yang tangguh ,setiap malam mbak nur Hasyim dengan sepedah pancalnya bersilaturrohmi ke desa desa pertama untuk mengaji dan konsolidasi bersama rakyat membuat stategis mendirikan madarsah, itulah yang setiap saat jadi istiqomahnya,, pagi berurusan dengan santri malam berurusan dengan masyarakat, itu yang bikin salut” tandas K. Fauzan Menilo temen seperjuangnnya.   

Tepatnya ditahun 1971, selain pendidikan, politik menjadikan salah satu metode dakwahnya perjalannan karirnya mulai terlihat dengan menjadi PPP yang baginya telah bisa menguatkan ruh perjuangannya sebagai langkah perlawanan pada pemerintahan yang selalu mengibiri kepentingan umat nadliyin harapannya dengan wakil rakyat suara rakyat akan tersampaikan , dia yang dikenal, jujur, berani dan tegas dengan kesederhaannya tanpa memperlihatkan kemewahan meskipun menjadi pengusaha mebel yang cukup tersohor kala itu , sehingga kekuatan berjuang terlahir dari hati di samping menjadi  seorang guru dari alumni test pendidikan Guru Agama (PGA) pertama kali di Ngawi Bojonegoro sebagai prasyarat menjadi pegawai Negeri Sipil di Departemen Agama (Kementrian Agama, red) sejak itu pula akhirnya harapannya terkabul terpilih menjadi anggota DPRD Tuban untuk pertama kalinya dengan Bupati Tuban kala itu bapak K.H. Mustain. Dari situ meskipun menjadi anggota dewan selama tiga kali berturut-turut mulai tahun 1971, 1982, dan 1990 sambil mendirikan Madrasah Aliyah Tarbiyatul Islam (1979) dengan satu Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda (YASPINU) dengan berakta notaries resmi sebagai yayasan pendidikan dengan nama Sugianto, S.H No.01 (1990) tak mematahkan semangat untuk memulai berjuang menuju perubahan dengan tidak dijadikan kambing hitam oleh pemerintah, mbah nur Hasyim lah yang mengorbankan semangat (1965) para orang NU dengan mengusir para komunis (PKI) yang telah merajalela di soko dan rengel kala itu, dan beliau satu satunya tokon soko yang dicari orang PKI untuk dibunuh.

Kiprah Dan Keteladanan- Sikap yang santun, sederhana dan penuh wibawa tetap menjadi lakonnya mbah yai (sapaan K. Nur Hasyim)  dalam menjalankan kewajiban sebagai anggota dewan dan seorang pelopor pendidikan ma`arif NU, menurut salah satu muritnya sekaligus saksi hidup perjuangannya beliau K.H. Fauzan Umar Menilo sambil meningat masa masa bersama mbah yai, mengatakan bahwa beliau selalu mengajarkan akan sifat yang tawaduk pada rakyat dengan mengkolaborasikan nilai perjuangannya melalui jam’iiyah NU sehingga perintis berdirinya MWC NU kecamatan Soko sampai sekarang masih menunjukkan eksistensinya adalah beliau, beliau pun juga menjadi komando laskar perjuangan umat waktu itu dengan menyatukan visi misi perjuangan untuk agama, politik dan pendidikan itulah tiga tujuan hidupnya sehingga sampai akhir hayatnya selalu di perjuangan untuk hal pendidikan, “beliau sejak dulu selalu keliling kampung mengunjungi umat sehingga kedekatan beliau tak diragukan lagi, siapa yang tidak kenal beliau dalam keliling yang kala itu harus dia tempuh dengan jalan kaki bahkan pakai onthel (sepedah pancal) ya itulah yang harus menjadi i’tibak kita dalam mengabdi saat ini, sikap semangat tak kenal lelah mendidik umat dengan mengorbankan keluarganya demi tegaknya agama, melestarikan akidah aswaja dan syari’ah, bahkan beliau yang  selalu dicari para umat tempat bertanya tentang ilmu agama maupun ilmu yang kain bahkan  dalam menunpas pemberontak, beliau yang selalu didepan” cetus kyai pendiri MI menilo bersama mbah yai hasyim waktu itu.

Semangat yang tinggi dengan komukasi yang intens bersama umat, kegiatan koordinasi dan konsolidasi ke desa desa selalu menjadi rutinitas yang tidak boleh ditinggalkan oleh beliau, usaha yang gigih hidup dan mati dipertaruhkan tanpa mengharap imbalan sehingga beliau juga yang mempelopori berdirinya KKM di Soko untuk pertama kalinya yang sekaligus  menjadi wadah komunikasi antar guru se Soko, kata itupun dikuatkan oleh anak ke 7 (Asadullah khoiri) menambahkan bahwa (kyai Nur Hasyim) itu tipe pekerja keras memperjungakan agama tanpa pamrih, pantang menyerah sehingga kesulitan baik dari materi tidak menyurutkan niat untuk berjuang bahkan akan menjadi kekuatan untuk menggapai hari esok lebih baik “ abah itu orangnya kalem tapi serius dalam berprinsip, salah satu yang pernah dikatakan kalau berjuang jangan setengah setengah tapi niat hati harus ditata dan sepenuhnya agar bisa runtut, tutur abah kala itu” cetusnya dengan glambang sambil menirukan gaya mbh nur hasyim

Hal senada pun diutarakan oleh salah satu murid MTs Tarbiyatul Islam Soko (1976-1979) M. Sufaat, M.Pd.I, selakigus kepala UPTD Dikpora Soko memberikan ulasanya, bahwa sifat kesabaran, keberanian dan konsisten selalu mewarnai sosok beliau, karena demi kemaslahatan umat dan tak merasa mengeluh, semangat dan keikhlasannya yang luar biasa mewarnai kebiwabaannya beliau“ yang masih teringat dibenakku ya, ketika mau ngajar anak-anak denger suara sandal kletek (sandal dari kayu) yang dipakek mbh yai saja,,anak-anak sudah pada takut, karena wibawa dan karomahnya itu “ tanggap Ketua Tandfidiyyah MWC NU Soko itu.

Tambahnya, keihlasan hati dalam berjuang yang milikinya telah terpatri dalam dirinya, bersifat keras tapi untuk mendidik para murid-murid sangat getos dilakukannya, untuk melatihnya menjadi generasi yang  tak pernah takut akan kondisi apapun dan berpendirian kuat, sehingga berkat barokah perjuangannya telah banyak murid-muridnya yang mengikuti jejaknya dengan menjadi pengurus penting di bidangnya mulai, pendidik, pejabat yang penting.

K.H. Nur Hasyim yang telah membuktik
an diri selama hidupnya selalu digunakan untuk pengabdian dalam urusan pendidikan dan berdakwah. Selain memiliki pendidikan formal dan pondok pesantren, beliau juga meninggalkan majelis ta’lim ahad kliwonon, yang sampai sekarang masih di teruskan oleh putra-putranya, para murid dan para pengikut beliau tujuannya sebagai komunitas dalam pembinaan dan rembuakan Kyai – Kyai, tokoh – tokoh di kecamatan Soko untuk memperdalam ilmu agama dan tasawuf dengan diasuh oleh beliau langsung. Diantaranya mengajarkan kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rosyid dan Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghozali. Jama’ah Ahad kliwon ini masih eksis sampai sekarang yang dibina oleh putra ke empat dari K.H.  Nur Hasyim yaitu K. M Ali Mufti.


Selain aktif di dunia pendidikan, beliau bersama para jama`ahnya berhasil mendirikan Badan Koperasi untuk kemaslahana ekonomi umat kala itu, dengan sambil berniaga di produk furniture, jamu, alat kantor (APK), hassil dagangannya pun di berikan sebagai permodalan koperasi dengan tanpa bunga lunak sehingga masyarakat dan jama`ah merasa terbantu, bahkan beliau juga membantu fakir miskin dengan membelikan 100 becak untuk di pinjamkan dengan memberikan setoran setiap hari ke beliau dan di peruntukkan buat kemajuan koperasi dan pendidiknya beliau itu tanpa mengambil speserpun “ya begitulah abah mengayomi umat, saabar. Kalem dan pendekatanya itu yang sangat bagus sehingga banyak yang merasa terbantu, sampai sampai murid, masyarakatnya pun juga merasa dekat dengannya, sejak tahun 1968, kala G-30/S-PKI merongrong negeri yang menjadi tawanan pertama adalah abah, tapi beliau mempunyai strtegis dengan bersinggah di murid murid dengan tujuan silaturrohmi dari situlah semua muridnya merasa dekat dengannya” imbuh yang akrab di sapa abduh itu.  sampai akhirnya hari senin 15 Juni 1994, beliau wafat dan di makamkam di makam umum desa Sokosari (belakang Koramil Soko) sehingga setiap bulan Sya’ban diadakan Haul memperingati perjuangnnya beliau, dan kadang juga bersamaan dengan akhirrusanah YASPINU, peninggalanya jasa beliau adalah Lembaga YAPISNU,dan adapun karya karya yang masih ada dan pernah di terbitkan adalah  Pedoman Tashrifan (Ilmu Sharaf), Syarah Ta’lim al-Muta’allim , Hidayatus Shibyan dan masih banyak yang sebagian besar adalah terjemah dalam arti petuk (baca: arti pegon).

JASA-JASA DAN KAROMAHNYA
1. Pelopor berdirinya Lembaga pendidikan Ma`arif (MI, MTs, MA) se Kec. Soko (1951-1990)
2. Mengajarkan Manajemen Keuangan dengan mendirikan Badan Usaha (Koperasi) Niaga
3. Mendirikan Media komunikatif antar Santri dan Kyai serta Masyarakat ((KKM) di Soko (1989)
4. Mendirikan YAPISNU (Yayasan Pendidikan Islam Nurul Huda) Soko Tuban (1990)
5. Perintis berdirinya MWC NU Kecamatan Soko (1990)
6. Pengajian Rutin Ahad Kliwonan, Pelestarian Kajian Aswaja yang dilestarikan di seluruh desa di Soko.
7. Komandan lascar Jihad saat memerangi PKI di Goa Tluwe Soko

PRINSIP DAN MOTIVASI
1. Istiqomah adalah Hidupku
2. Hidup dan matiku untuk Umat
3. Samatni Samatni Al Khoidah, (Jadilah Generasi Macan)
4. Semangat berjuang tanpa pamrih, akan jadi modal hidup di masa depan
5. Setiap Kesulitan tidak menjadi penghalang untuk berkarya dan berjuang
6. Apabila niat baik akan berakar baik pula
7. Amalkanlah syariah islam apa adanya itu sudah termasuk TASAWUF
8. Berpeganglah pada satu pedoman yang betul jangan guna lain pedoman untuk        memusuhi
9. Konsisten dalam prinsip dan siap menjalani resiko
10. Jangan mengeluh dalam berjuang, karena bisa merusak iman