MENELADANI SANG PAHLAWAN PENDIDIKAN DAN
PEJUANG BANGSA
“K.H. NUR HASYIM SOKO TUBAN JAWA TIMUR”
Nama K.H. Nur Hasyim bin Muhammad Rowi sudah tak asing ditelinga
warga Tuban khususnya warga nahdliyin bumi wali ini, tokoh yang termashur
dengan julukan macan dari tuban itu adalah seorang orator ulung, pejuang umat,
pahlawan/pelopor pendidikan serta mempunyai jiwa enterprener (penguasaha, red)
yang tinggi, sehingga dalam masa hidupnya beliau berprinsip “ HIDUP MATIKU
UNTUK UMAT, ternukil dalam buku catatan pribadinya yang tersisa dengan MOTTO
Perjuangan beliau yang terkenal adalah “SAMATNI SAMATNI AL KHOIDAH”
artinya Jadilah generasi-generasi Macan” begitulah menggemanya
semangat yang membara beliau untuk menjaga kemurnian agama, pendidikan yang
mencerdaskan dan demi keutuhan bumi pertiwi ini, demikian laporan singkat kami
Tiem NUsa Edy Suprayogi (11/10/15) berani menguak sebuah sejarah dan kisah
keteladanan beliau dalam memperjuangankan umat dan mempertahankan panji panji
pendidikan ma`arif di Tuban sejak Tahun 1924-1994
AWAL PERJUANGAN, K.H Nur Hasyim Bin Muhammad Rowi adalah
Sang pelopor pendidikan sekaligus guru bangsa di zaman orde lama dan pra-orde
baru, menumpas kebatilan membasmi penjajah merongrong perusak kedaulatan
NKRI/keutuhan negara dari para pemberontak adalah tujuan hidupnya, dia adalah
pelaku sejarah dalam perjalanan Nahdlatul Ulama di Tuban, terfokus dengan
menggeluti pengembangan pendidikan Ma`arif NU Tuban khususnya di soko kala itu
dibawah pimpinan Rois Syuri’ah Tuban tahun 1965 K.H. Abdul Fatah Plumpang (Alm.
Bapak A.S. Hikam mantan menristek zaman gusdur) dengan Wakil Syuri’ah K.H.
Murtadji dengan pucuk pimpinan ma`arif suntuk pertama kalinya kala itu K.H Ali
Tamam, sejak itulah dia yang gigih memperjuangkan pendidikan dengan
dalih “ Pendidikan adalah Modal memperbaiki umat dari segala lini sendi
kehidupan” dengan pendekatan yang dia (K. Nur Hasyim, red) miliki
selain murni memperjuangkan pendidikan umat sekaligus untuk menyelamatkan
asset-aset NU dan ideologinya dari faham komunis yang waktu itu di bawa oleh
kaum Atheisme (PKI) sehingga sebagai kader di NU yang saat itu menjadi partai
politik hasil pemisahan diri dari partai Masyumi (1952) berhak menjadi peserta
di pemilu pertama kali tahun 1955 dengan menempatkan diri menjadi partai tiga
besar nasional dibawah Masyumi dan PNI dengan namapk tak berbeda suasana di
Tuban NU dengan bertengger nomor dua, akan tetapi setelah itu di zaman
pengembosan saat tahun 1973 waktu pemilu pada orde baru terselenggara,
pemerintah melakukan de-fusi (penyederhanaan dan penggabungan partai politik)
menjadi tiga besar yaitu PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Golkar (Golongan
karya) dan PDI (Partai demokrasi pembangunan ) tapi sejak itu pula dua tahun
sebelumnya Mbah Nur Hasyim telah terjun menjadi kader murni partai PPP berhasil
mengantarkannya menjadi anggota DPRD sampai tiga periode, hingga beliau wafat.
Beliau adalah salah satu tokoh muda NU berani menentang
kebijakan kaum borju saat itu dengan pemerintahan indi-belanda dengan
pemerintahan yang absolut, banyak yang mengkerdilkan kaum santri
(baca:pesantren) dan sangat gentol memperjuangakn kaum tertindas dan kaum fakir
miskin, serta menjadi sosok yang di segani dikalangan seluruh pejabat negara,
masyarakat dan selakigus menjadi figure yang ditakuti oleh kaum komunis dan di
tahun 1968 beliaulah yang menjadi motoric untuk membasmi PKI dan antek-anteknya
kala itu di Rengel dan soko adalah tempat gembong PKI bersembunyi, dengan
keberaniaan menghadang kebiadaban PKI meskipun harus nyawa jadi taruhan.
GARIS NASAB KELUARGA- Kyai haji Nur Hasyim, menurut transkip silsilah yang dibuat
disoko, (04/09/1990),dia merupakan anak paling bungsu dari sepuluh
bersaudara yang lahir di soko tepatnya di desa mojoagung Soko Tuban pada
tanggal 24 April 1924 M / 20 Ramadhan 1342 H dari pernikahan bapak bernama
Mohammad Rowi Mojoagung Soko Tuban dan Ibu bernama Siti Habibah lamongan yang
memiliki garis nasab (keturunan,red) sampai ke pangeran Hadi
Widjaya/Sultan Pajang yang dikenal dengan Joko Tingkir atau kyai Abdurrohman
lamongan.
Ayahanda termasuk sosok yang teguh pendirian dan berwibawa
dengan sikap yang tegas, santun dengan menjadi seorang pengusaha di pasar soko
kala itu sehingga masyarakat mempercayainya menjadi kyai desa, dan Tokoh
Masyarakat dengan garis keturunan orang tulen NU dalam manuskrip, menurut salah
satu putra tertuanya, dialah Kyai M. Ali Mufthi Soko, bahwa secara garis
keturunan dari ayahnta tidak dibukukan tapi silsilah dari ibuk siti habibah
yang masih ada sampai sekarang “ secara lengkap semua masih aku simpan keasliannya
karena silsilah ini adalah tulisan abah (Kyai Nur Hasyim, red)
sendiri langsung bahkan di lembaran silsilah itu dengan tulisan pegon (baca:
tulisan arab berbahasa jawa) itu tertulis “niki silsilah dikutip dene Nur
Hasyim soko Tuban mboten nambahi lan ngurangi artinya (ini silsilah
dikutip oleh Nur Hasyim Soko Tuban tidak mengurangi dan menambahkan)”
tanggapnya.
Dalam manuskrip yang tersimpan sejak (1990) Keturunan beliau
dari jalur ibunya bermula dari pangeran pajang Hadi Widjaya atau Joko Tingkir
berputra Pangeran Sumayudha (dikenal Abdul Jabbar Ngelirip) sejarah bercerita
dakwahnya Mbah abdul jaabbar di jojogan (ngelirip) Tuban dengan pakai nama
samaran Purboyo yang berputra tiga orang anak (Kyai Mursyid, Kyai Anom dan Nyai
Dalem) dari Nyai dalem berputri Nyai Jamilah berputra (kyai Yahya, Kyai
Abdurrohman Nganjar Lasem, Nyai Baithit, Nyai Lajuk Cepo) dari kyai Abdurrohman
asal Nganjar Bonang Lasem Jawa Tengah berputra kyai Juma’in berputra kyai
Abdurrohman Lamongan yang memiliki empat anak, (Kyai Marthowi, Nyai Siti
Khotimah, Nyai Siti Habibah, dan Kyai Nasruddin Jathos Lamongan), dari Ibu nyai
Siti Habibah berputra 10 anak, terbungsu adalah Kyai Nur Hasyim Soko Tuban.
PENDIDIKAN- Nur Hasyim Kecil (sapaan Kyai Haji Nur Hasyim, Red)
pendidikan formalnya bermula di Sekolah Dasar Tanggungan Desa Pandanwangi Soko,
karena waktu itu pendidikan agama masih dibatasi akibat kekuasaan pemerintah
yang otoriter apalagi berbasis NU (baca: ma’arif) masih dilarang, tapi tidak
menyurutkan niat untuk belajar meskipun gerilya belanda bengis dan kejam dalam
pembatasan study (belajar) waktu itu, selain itu dia tekun mengaji di abahnya
(bapak Muhammad Rowi, red) dengan bersekolah sampai kelas VI SD pendidikan
formalnya berakhir disitu, dia ingin mendalami pendidikan agamanya secara
murni, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Dusun mberon Punggulrejo Rengel
Tuban selama 5 tahun dengan asuhan kyai Musyafak, kemudian dirasa kurang bisa
mendalami ilmu agamanya beliau meneruskan mondok di pondok pesantren Abu Darin Ngumpakdalem
Kendal Bojonegoro sampai akhirnya berbagai ilmu dia kuasai termasuk
fiqih dan tasawuf dan bakat dai (mubalig)nya pun terlihat kala itu dengan
menginjak usia 20 Tahun Hasyim muda takkan kenal lelah menuntut ilmu
ibarat “tuntunlah ilmu sampai akhir hayat” telah melekat dalam
dirinya sehingga pondok singgahannya untuk yang terakhir kalinya ditahun 1948
menuju ke pondok pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur yang pengasuhnya waktu
itu masih tokoh sekaligus pelopor berdirinya NU beliaulah Kyai Haji Muhammad
Hasyim Asy’ari, walaupun kala itu kemandiriannya muali terbentuk dengan
membiayai pondok dengan jerih payahnya sendiri dengan mengumpulkan uang dari
menjahit, ini yang menunjukkan kearifan Nur Hasyim muda sekaligus disegani oleh
para kyai dan asatid (gurunya,red), dari situlah kemandirian nya terlatih dan
terlihat dengan baik sampai akhirnya di tahun 1949 dia boyong (pulang kampong)
ingin berjuang di soko.
Ia masa kecilnya merupakan anak yang hidup di keluarga yang amat
kental akan nilai agamis dan religius, dengan didikan sang ayah yang tegas dan
keras yang waktu itu menjadi seorang tokoh masyarakat sekaligus seorang
pengusaha dengan manajemen yang bagus sehingga jiwa perjuangan dan enterprener
itupun turun mengalir ke beliau (Kyai Nur Hasyim) sehingga tidak
memungkiri sikap karakter yang berani, tegas, dan punya konsitensi tinggi telah
terbangun sejak tinggal di Mojoagung sejak kelahirannya sampai tepat
tahun 1949, ditahun yang sama pun mulai menginjakkan kaki di soko bermula
berdakwah melalui surau-surau yang ada dengan mendirikan pondok pesantren Nurul
Huda yang berada di komplek yayasan pondok pesantren Nurul Huda (sekarang) dengan madrasah
Tarbiyatul Islam yang sekarang diteruskan anak dan cucunya, sebagai batu
loncatannya bermula dari mushola yang dibawanya dari mojo sampai soko yang
bertempat (dulu) tepatnya di masjid soko sekarang, menurut keluarga medalem
anak yang ke 7 Asadullah Khoiri, S.Pd, M.A menceritakan tentang salah satu
karomah tersembunyi beliau bahwa mushola dari mojo di pindah oleh kyai hasyim
sendiri dengan bantuan para kodimnya (pembantunya) berupa macan putih, yang
mengatakan“ alangkah aneh juga yang paginya tidak ada mushola di situ, kok
malamnya bisa ada padahal abah ( panggilan Kyai Nur Hasyim, red)
waktu itu sedang istirahat dirumah” tandas Kepala Sekolah MA Tarbiyatul Islam
itu.
Sejak tahun 1949, sepulangnya dari pondok Tebu Ireng Jombang
langsung membantu mengajar ngaji dan perjuangan beliau mulai tertata rapi
dengan memulai terlihat berdakwah bersama-sama dua sahabatnya, yang di kenal
dengan julukan “ Tiga Serangkai “sejarah mencatat pendidikan islam
untuk pertama kalinya yang didirikan disoko dipelopori oleh Kyai Nur Hasyim,
diambil maksud oleh beliau, tandas kyai ali mufti putranya menirukan ucapan beliau (waktu itu), untuk
mencerdaskan generasi dan kader bangsa harus melalui pendidikan khususunya
agama, sejak itu menjadi itulah cikal bakal berdirinya Madrasah Ibtidaiyyah
disoko sampai sekarang MI menyebar di pelosok desa se Soko, tepatnya bermula di
tahun 1951 dengan nama MI Tarbiyatul Islam Sokosari Tuban sampai sekarang yang
berdirinya di pelopori bersama sahabatnya itu beliaulah tiga
serangkai itu adalah kyai Nur Hasyim sebagai pelopor yang membidangi
pendidikan dan politik kebangsaan, kyai Rhozi yang membidangi Hubungan
masyarakat dan diplomatic umat, dan Kyai Kardani membidangi Politik
Kemasyarakatan sekaligus menjadi mata-mata golkar sebagai strategis pendekatan
pemerintahanan kala itu.
Sementara itu, setelah berupaya keras dengan memulai berjuang
mendirikan madrasah Ibtidaiyyah, ditahun yang sama pula (1951) beliau menikah
dengan mempersunting seorang gadis perawan asal Desa Sawahan Kecamatan Rengel
Kabupaten Tuban, bernama Siti Mu’tiah binti H. Ahmad Musyafak yang dikarunianya
delapan orang anak, diantaranya Umi Nasikhah, Luluk Muftiyah, Anisa’I
Khoiriyyah, M. Ali Mufthi, Hadi Masruri, Rofih Klhliliyah, Asadullah Khoiri,M.Khoirul Muttaqin.
Meskipun hidup dizaman penjajahan belanda –jepang (orde lama)
dengan hiruk piyuh kondisi negara yang stabilitas keamanan terganggu, tidak
menyurutkan langkahnya untuk mengembangkan sistem pendidikan madrasah yang
dirikannya yang dulu dengan masih menggunakan system sorogan (klasikal) ala
pesantren, waktu pun berjalan sampai akhirnya sukses mengembangkan program
pendidikan ma`arifnya itu, terbukti tepat tahun 1957 berhasil mendirikan
madrasah Tsanawiyah Tarbiyatul Islam yang sudah mulai menggunakan system
kurikulum diknas dengan perjuangannya yang tak kenal lelah itu bersama temannya
“tiga serangkai” tersebut.
Sampai akhirnya (1968) beliau bersama sahabat seperjuangannya,
mempunyai inisiatif untuk menyelamatkan umat dari rongrongan ideology komunis
demi mempertahankan agama dan bangsa , sehingga memulai menampakkan diri ikut
berkiprah dipangung politik kala itu menjadi kader PPP (partai persatuan
pembangunan) sehingga untuk mengembangkan misinya tersebut dalam menyebarkan
pendidikan agama dan politiknya sampai ke pelosok desa se Kecamatan Soko pun
mendapatkan titik terang, karena beliau mempunyai kunci perjuangan dengan
menyatukan tiga pilar perjuangannya yaitu dengan Melestarikan Ubudiyyah
(Ibadah-Akhlaq) umat sebagai penyampai dakwah agama, Penyebaran pendidikan
(politik umat) dan Sikap Komunikatif (musyawaroh) bersama rakyat, mendapatkan
dukungan penuh oleh rakyat keberhasilannya mulai nampak satu persatu dengan
berdirinya Madrasah Ibtidaiyyah di Soko, hampir16 Madrasah Ibtidaiyyah se
kecamatan Soko perintis dan peloporinya adalah mbah Nur Hasyim.
“dengan gagah dan daya yang tangguh ,setiap malam mbak nur Hasyim dengan
sepedah pancalnya bersilaturrohmi ke desa desa pertama untuk mengaji dan
konsolidasi bersama rakyat membuat stategis mendirikan madarsah, itulah yang
setiap saat jadi istiqomahnya,, pagi berurusan dengan santri malam berurusan
dengan masyarakat, itu yang bikin salut” tandas K. Fauzan Menilo temen
seperjuangnnya.
Tepatnya ditahun 1971, selain pendidikan, politik menjadikan
salah satu metode dakwahnya perjalannan karirnya mulai terlihat dengan menjadi
PPP yang baginya telah bisa menguatkan ruh perjuangannya sebagai langkah
perlawanan pada pemerintahan yang selalu mengibiri kepentingan umat nadliyin
harapannya dengan wakil rakyat suara rakyat akan tersampaikan , dia yang
dikenal, jujur, berani dan tegas dengan kesederhaannya tanpa memperlihatkan
kemewahan meskipun menjadi pengusaha mebel yang cukup tersohor kala itu ,
sehingga kekuatan berjuang terlahir dari hati di samping
menjadi seorang guru dari alumni test pendidikan Guru Agama (PGA)
pertama kali di Ngawi Bojonegoro sebagai prasyarat menjadi pegawai Negeri Sipil
di Departemen Agama (Kementrian Agama, red) sejak itu pula akhirnya
harapannya terkabul terpilih menjadi anggota DPRD Tuban untuk pertama kalinya
dengan Bupati Tuban kala itu bapak K.H. Mustain. Dari situ meskipun menjadi
anggota dewan selama tiga kali berturut-turut mulai tahun 1971, 1982, dan 1990
sambil mendirikan Madrasah Aliyah Tarbiyatul Islam (1979) dengan satu Yayasan Pondok
Pesantren Nurul Huda (YASPINU) dengan berakta notaries resmi sebagai
yayasan pendidikan dengan nama Sugianto, S.H No.01 (1990) tak mematahkan
semangat untuk memulai berjuang menuju perubahan dengan tidak dijadikan kambing
hitam oleh pemerintah, mbah nur Hasyim lah yang mengorbankan semangat (1965)
para orang NU dengan mengusir para komunis (PKI) yang telah merajalela di soko
dan rengel kala itu, dan beliau satu satunya tokon soko yang dicari orang PKI
untuk dibunuh.
Kiprah Dan Keteladanan- Sikap yang santun, sederhana dan penuh wibawa tetap menjadi
lakonnya mbah yai (sapaan K. Nur Hasyim) dalam menjalankan kewajiban
sebagai anggota dewan dan seorang pelopor pendidikan ma`arif NU, menurut salah
satu muritnya sekaligus saksi hidup perjuangannya beliau K.H. Fauzan Umar
Menilo sambil meningat masa masa bersama mbah yai, mengatakan bahwa beliau
selalu mengajarkan akan sifat yang tawaduk pada rakyat dengan mengkolaborasikan
nilai perjuangannya melalui jam’iiyah NU sehingga perintis berdirinya MWC NU
kecamatan Soko sampai sekarang masih menunjukkan eksistensinya adalah beliau,
beliau pun juga menjadi komando laskar perjuangan umat waktu itu dengan
menyatukan visi misi perjuangan untuk agama, politik dan pendidikan itulah tiga
tujuan hidupnya sehingga sampai akhir hayatnya selalu di perjuangan untuk hal
pendidikan, “beliau sejak dulu selalu keliling kampung mengunjungi umat
sehingga kedekatan beliau tak diragukan lagi, siapa yang tidak kenal beliau
dalam keliling yang kala itu harus dia tempuh dengan jalan kaki bahkan pakai
onthel (sepedah pancal) ya itulah yang harus menjadi i’tibak kita dalam
mengabdi saat ini, sikap semangat tak kenal lelah mendidik umat dengan
mengorbankan keluarganya demi tegaknya agama, melestarikan akidah aswaja dan
syari’ah, bahkan beliau yang selalu dicari para umat tempat bertanya
tentang ilmu agama maupun ilmu yang kain bahkan dalam menunpas pemberontak,
beliau yang selalu didepan” cetus kyai pendiri MI menilo bersama mbah yai
hasyim waktu itu.
Semangat yang tinggi dengan komukasi yang intens bersama umat,
kegiatan koordinasi dan konsolidasi ke desa desa selalu menjadi rutinitas yang
tidak boleh ditinggalkan oleh beliau, usaha yang gigih hidup dan mati
dipertaruhkan tanpa mengharap imbalan sehingga beliau juga yang mempelopori
berdirinya KKM di Soko untuk pertama kalinya yang sekaligus menjadi
wadah komunikasi antar guru se Soko, kata itupun dikuatkan oleh anak ke 7
(Asadullah khoiri) menambahkan bahwa (kyai Nur Hasyim) itu tipe pekerja keras
memperjungakan agama tanpa pamrih, pantang menyerah sehingga kesulitan baik
dari materi tidak menyurutkan niat untuk berjuang bahkan akan menjadi kekuatan
untuk menggapai hari esok lebih baik “ abah itu orangnya kalem tapi serius
dalam berprinsip, salah satu yang pernah dikatakan kalau berjuang jangan
setengah setengah tapi niat hati harus ditata dan sepenuhnya agar bisa runtut,
tutur abah kala itu” cetusnya dengan glambang sambil menirukan gaya mbh nur
hasyim
Hal senada pun diutarakan oleh salah satu murid MTs Tarbiyatul
Islam Soko (1976-1979) M. Sufaat, M.Pd.I, selakigus kepala UPTD Dikpora Soko
memberikan ulasanya, bahwa sifat kesabaran, keberanian dan konsisten selalu mewarnai sosok beliau, karena
demi kemaslahatan umat dan tak merasa mengeluh, semangat dan keikhlasannya yang
luar biasa mewarnai kebiwabaannya beliau“ yang masih teringat dibenakku ya,
ketika mau ngajar anak-anak denger suara sandal kletek (sandal dari kayu) yang
dipakek mbh yai saja,,anak-anak sudah pada takut, karena wibawa dan karomahnya itu “ tanggap Ketua Tandfidiyyah MWC
NU Soko itu.
Tambahnya, keihlasan hati dalam berjuang yang milikinya telah
terpatri dalam dirinya, bersifat keras tapi untuk mendidik para murid-murid sangat getos dilakukannya, untuk melatihnya menjadi generasi
yang tak pernah takut akan kondisi apapun dan berpendirian kuat, sehingga
berkat barokah perjuangannya telah banyak murid-muridnya yang mengikuti jejaknya dengan menjadi pengurus penting di bidangnya mulai, pendidik,
pejabat yang penting.
K.H. Nur Hasyim yang telah membuktikan diri selama hidupnya selalu digunakan untuk pengabdian dalam urusan pendidikan dan berdakwah. Selain memiliki pendidikan formal dan pondok pesantren, beliau juga meninggalkan majelis ta’lim ahad kliwonon, yang sampai sekarang masih di teruskan oleh putra-putranya, para murid dan para pengikut beliau tujuannya sebagai komunitas dalam pembinaan dan rembuakan Kyai – Kyai, tokoh – tokoh di kecamatan Soko untuk memperdalam ilmu agama dan tasawuf dengan diasuh oleh beliau langsung. Diantaranya mengajarkan kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rosyid dan Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghozali. Jama’ah Ahad kliwon ini masih eksis sampai sekarang yang dibina oleh putra ke empat dari K.H. Nur Hasyim yaitu K. M Ali Mufti.
Selain aktif di dunia pendidikan, beliau bersama para jama`ahnya
berhasil mendirikan Badan Koperasi untuk kemaslahana ekonomi umat kala itu,
dengan sambil berniaga di produk furniture, jamu, alat kantor (APK), hassil
dagangannya pun di berikan sebagai permodalan koperasi dengan tanpa bunga lunak
sehingga masyarakat dan jama`ah merasa terbantu, bahkan beliau juga membantu fakir miskin dengan
membelikan 100 becak untuk di pinjamkan dengan memberikan setoran setiap hari
ke beliau dan di peruntukkan buat kemajuan koperasi dan pendidiknya beliau itu tanpa mengambil speserpun
“ya begitulah abah mengayomi umat, saabar. Kalem dan pendekatanya itu yang sangat bagus sehingga banyak yang merasa terbantu, sampai
sampai murid, masyarakatnya pun juga merasa dekat
dengannya, sejak tahun 1968, kala G-30/S-PKI merongrong negeri yang menjadi tawanan pertama adalah abah, tapi beliau mempunyai
strtegis dengan bersinggah di murid murid dengan
tujuan silaturrohmi dari situlah semua muridnya merasa dekat dengannya” imbuh yang akrab di
sapa abduh itu. sampai akhirnya hari senin 15 Juni 1994, beliau
wafat dan di makamkam di makam umum desa Sokosari (belakang Koramil Soko)
sehingga setiap
bulan Sya’ban diadakan Haul
memperingati perjuangnnya beliau, dan kadang juga bersamaan dengan akhirrusanah
YASPINU, peninggalanya jasa beliau adalah Lembaga
YAPISNU,dan adapun karya karya yang masih ada dan
pernah di terbitkan adalah Pedoman Tashrifan (Ilmu Sharaf), Syarah
Ta’lim al-Muta’allim , Hidayatus Shibyan dan masih banyak yang sebagian besar
adalah terjemah dalam arti petuk (baca: arti pegon).
JASA-JASA DAN KAROMAHNYA
1. Pelopor berdirinya Lembaga pendidikan Ma`arif (MI, MTs, MA) se
Kec. Soko (1951-1990)
2. Mengajarkan Manajemen Keuangan dengan mendirikan Badan Usaha
(Koperasi) Niaga
3. Mendirikan Media komunikatif antar Santri dan Kyai serta
Masyarakat ((KKM) di Soko (1989)
4. Mendirikan YAPISNU (Yayasan Pendidikan Islam Nurul Huda) Soko
Tuban (1990)
5. Perintis berdirinya MWC NU Kecamatan Soko (1990)
6. Pengajian Rutin Ahad Kliwonan, Pelestarian Kajian Aswaja yang
dilestarikan di seluruh desa di Soko.
7. Komandan lascar Jihad saat memerangi PKI di Goa Tluwe Soko
PRINSIP DAN MOTIVASI
1. Istiqomah adalah Hidupku
2. Hidup dan matiku untuk Umat
3. Samatni Samatni Al Khoidah, (Jadilah Generasi
Macan)
4. Semangat berjuang tanpa pamrih, akan jadi
modal hidup di masa depan
5. Setiap Kesulitan tidak menjadi penghalang
untuk berkarya dan berjuang
6. Apabila niat baik akan berakar baik pula
7. Amalkanlah syariah islam apa adanya itu sudah
termasuk TASAWUF
8. Berpeganglah pada satu pedoman yang betul
jangan guna lain pedoman untuk memusuhi
9. Konsisten dalam prinsip dan siap menjalani
resiko
10. Jangan mengeluh dalam
berjuang, karena bisa merusak iman
sangat bagus untuk dibaca
ReplyDeletejual selongsong sosis