Tentang Pendiri

Mengenang Kyai, Guru, dan Orang Tuaku: KH Nur Hasyim
(24 April 1924-20 Ramadlan 1342 H)

Sosoknya sederhana. Namun, di balik kederhanaan itu, ada guratan ketegasan dan konsistensi memegang prinsip. Dari sosok beliaulah, saya bisa sedikit tahu agama. Beliau adalah guru, kiai, sekaligus 'orang tua' yang tak pernah lelah memberikan teladan dan pelajaran hidup berharga bagi saya.

Keakraban saya dengan putra dari pasangan Rowi Abd Rohman dan Habibah tersebut berawal dari keterlibatan saya dalam Majelis Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Soko akhir 1970-an. Kiai Nur, begitu akrab disapa ketika itu menjabat sebagai ketuanya, sementara saya didapuk sebagai sekretaris. Di sinilah pendidikan dan tangan dingin Kiai Nur benar-benar saya rasakan. Kiai Nur mengajak saya berkeliling, berkomunikasi dengan masyarakat, mendengarkan keluhan mereka, dan menebarkan inspirasi, semangat perubahan di Kecamatan Soko.

Di tengah situasi dan kondisi Soko yang memang menantikan figur pengayom dan pendidik. Dan, Kiai Nur mampu menghadirkan spirit tersebut secara bersamaan. Saya merasakan langsung betapa Kiai Nur tak lagi lagi sekadar mentor, tetapi beliau adalah bapak ideologi bagi saya. Di titik inilah, saya menyadari betul dan bersyukur sebab Kiai Nur adalah guru bagi saya. Beliau mewariskan pelajaran berharga, tanpa beliau saya tidak mungkin bisa menikmati kehidupan seperti sekarang  ini. Dan dari sosok beliaulah, saya mendapatkan tempaan terutama bidang sosial dan politik. Kiai Nur adalah 'orang tua' bagi saya.

Trah raja
Bila ditelusuri dari jalur ibu, yaitu Habibah, Kiai Nur memiliki garis keturunan raja Jawa dari jalur antara lain Sultan Hadi Wijaya (Joko Tingkir) Raja Pajang, Sultan Trenggono Raja Demak, R Fatah Sultan Demak, dan Prabu Brawijaya Raja Majapahit. Rinciannya sebagai berikut KH Nurhasyim bin Habibah binti KH Abd Rahman Lamongan bin K Jumain bin K Abd Rahman Bonang Lasem bin Nyai Jamilah binti Nyai Syarib binti Nyai Abdulah binti Ny Dalem binti Pangeran Purboyo/P Somoyudo/Mbah Jabar bin Pangeran Benowo bin Pangeran Hadiwijoyo yang beristrikan Raden Ayu Cempoko binti Pangeran Trenggono bin R Fatah bin R Andayaningrat yang beristrikan Putri Ayu binti Prabu  Brawijaya.

Tak heran bila trah raja Jawa inilah barangkali yang menjadi di antara modal pergerakan Kiai Nur di tanah Soko dan sekitarnya. Pada akhir 1950-an, Kiai Nur mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Nurul Huda (YASPINU). Perjuangan yang Kiai Nur rintis tersebut menjadi embrio tumbuh kembangnya madrasah di pelosok Kecamatan Soko pada dekade '60-an. Kiai Nur tetap sederhana dan menginspirasi. Tanpa banyak berpikir, pada era itu, Kiai Nur selalu siap mengabdikan diri untuk masyarakat, menempuh jarak puluhan kilometer, dengan sepeda ontelnya yang butut!

Meski sederhana, Kiai Nur adalah sosok visioner, intelektual, inteprener, dan politikus andal pada masanya. Karier politiknya pun terbilang cemerlang. Pada masa Orde Baru, dia memimpin PPP Soko hingga terpilih sebagai anggota DPRD Tuban dari partai berlambang bintang, kala itu. Namun, engkau tetap tidak berubah. Kiai Nur masih saja tampil sederhana membawa tas tangan kusut dan sepatu satu-satunya yang tak pernah ganti.

Tibalah masa itu, ketika engkau, Abah, begitu saya kerap memanggil, mengeluhkan tidak enak badan saat hendak berangkat rapat di Kantor DPRD Tuban. Engkau sempatkan mampir di kediaman Ketua PPP Tuban Bpk KH Munir Maliki dan menyampaikan kondisi badan tersebut. Sang tuan rumah menyarankan engkau, Abah, periksa ke dokter. Hasil diagnosa menyimpulkan Abah terserang infeksi titanus dan harus opname. Infeksi, yang menurut penuturan keluarga, akibat terkena paku di kaki saat memperbaiki bangku-bangku rusak untuk anak didikmu. Engkau mengajarkan kami, sekali lagi tentang kerja keras dan pantang istirahat, selama demi kepentingan umat.

Tepat Senin malam Selasa Pon 7 Pebruari 1994/27 Sya'ban 1414 H, setelah opname tiga hari sebab titanus, Allah SWT memanggilmu, Abah. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun. Diiringi lantunan kalimat thayyibah dari lisanmu dan menampakkan senyum merekah menjemput ajalmu, engkau meninggalkan dunia kami yang fana. Seolah engkau bahagia menemui Rabb-mu. Selamat kiai, guru, dan orang tuaku. Semoga dapat tempat istirahat di taman surga dan kami yg ditinggalkan dapat melanjutkan perjuanganmu, Abah. Amin.

Tuban, Selasa 24 April 2018 (Haul ke-24 almaghfurlah KH Nur Hasyim)
Oleh: KH Kasduri, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Tuban dan dosen STITMA

No comments:

Post a Comment